Guru SD ji lagi

Subhanallah. Allahu Akbar.
Kata itu terdengar di telingaku. Dari seorang yang katanya lulusan S3. Entah dengan motivasi apa kata-kata itu keluar dengan entengnya. Apakah karena menyepelekan profesiku sebagai guru SD, atau karena dengan motivasi lain. Darah dan emosiku langsung naik, meluap-luap tak tertahankan.
Guru SD adalah lentera jiwaku. Apakah memang menjadi guru SD adalah sebuah profesi yang rendah dibandingkan dengan profesi dosen di sebuah universitas tinggi di kota ini? Entahlah, tapi begitu banyak kasus yang saya temui di sekolah seorang dosen lulusan terbaik di univeritasnya dan sempat mengeyam pendidikan di negeri jiran dan beberapa negara lainnya ternyata tidak bisa mendidik anaknya sendiri dengan baik. Akademis jebol dan akhak yang tidak bisa dikatakan tidak berbeda jauh dengan anak tukang becak.

Subhanallah, kata itu saya dengar semalam, emosi ini belum juga reda sampai pagi ini. Kata-kata itu mengganggu tidurku. Bukan tanpa alasan, menyepelekan guru SD sama saja dengan menyepelekan diri kita sendiri. Memang menjadi guru SD di negeri ini tidak bisa memberikan kebebasan finansial juga belum bisa memberikan kebebasan waktu bagi orang menjalaninya. Negeri ini cukup memberikan gelar “Pahlawan tanpa tanda jasa” saja. Subhanallah. Tapi saya merasakan sendiri begitu banyak efek positif menjadi seorang guru dibandikan profesi lain. Menjadi guru SD itu sama saja menjadi segala-galanya. Pendidik, orangtua, psikolog, dokter, motivator, penyanyi, pelukis, penari, olahragawan, sekretaris, desainer, penulis buku dll.
Teringat dengan adegan di film “Get Merrit” ketika Mae diperkenalkan dengan seorang guru SMP, gambarannya sangat rendah, dengan motor keluaran tahun 70’an dia kerumah Mae, dengan dandanan nyentrik serta terbayang di kepala Mae kalau penghasilan seorang guru tidak bisa mencukupi kebutuhan bulanan. Masya Allah. Serendah itukah seorang guru di hargai di negeri ini?
Bukannya saya emosional mendengarkan kata itu. Saya bisa menjadi saksi di pengadilan akhirat kelak, bagaimana pengorbanan seorang guru. Seorang ibu guru harus merelakan waktu liburnya karena harus menyelesaikan buku Lembar Kegiatan (LK) dari pagi sampai larut malam di sekolah. Padahal saya tahu bahwa penghasilannya hanya lewat sedikit dari UMR. Subhanallah. Belum lagi ketika seorang guru, ketika dokter telah memvonisnya dengan kanker di tubuhnya sudah mulai menjalar ke bagian tubuh lainnya, harus tetap ke sekolah karena tidak tega anak didiknya terlantar tanpa guru di sekolah. Belum lagi yang harus merelakan waktunya berkumpul dengan keluarga ketika ada kegiatan tambahan di sekolah seperti mabit yang mengharuskan mereka menginap di sekolah, yang artinya mengurangi waktu tidur karena anak-anak susah tidur.
Siapa pun anda. Seorang lulusan universitas apa pun anda. Apapun gelar anda. Sebesar apapun penghasilan anda. Tolong jangan pendengarkan kata itu di telinga kami para guru SD ini. Jangan melemahkan jiwa dan semangat kami. Sebab kami menemukan sebuah kebahagiaan yang tak terkira ketika melihat anak didik kami menjadi pahlawan dan penentu kebijakan di negeri ini kelak. Hanya kepada anak didiklah kami berharap mereka akan memperbaiki negeri ini, bukan kepada anda yang rusak jiwa dan moralnya. Hanya kepada merekalah kami menambatkan asa melihat negeri ini bisa lebih baik.
Sekali lagi jangan katakan kalimat itu!

Selengkapnya...

;;